Selasa, 28 September 2010

Doa Anak Durhaka Untuk Ibu Tercinta

Berjalan ku berjalan mengikuti langkahku, semakin banyak dosa yang kulakukan. Begitu terasa berat kini hidup yang ku jalankan, inikah balasan akan perbuatan ku kini. Saat ku tertawa, bersenang-senang, bercanda dan membuang-buang waktu serta harta tanpa mempedulikan bagaimana aku merasakan dan mendapatkan. Di tempat lain ada seseorang yang memikirkan apa, dimana, kapan, kenapa dan bagaimana caranya membuat sesuatu yang bisa membuat aku bahagia dan sukses tanpa memikirkan dirinya sendiri, oleh siapa ia berbagi. Dengan tersenyum ia selalu tampak tegar di hadapanku, seakan-akan ia tidak merasakan kesusahan dan penderitaan. Tapi sekali-kali aku melihat ia merasakan kesakitan dan lelah atas segala jerih payahnya saat ia menyendiri, lalu ku hampiri dan ia langsung tersenyum seakan-akan tidak terjadi apa-apa.

Saat ku mulai tumbuh menjadi pria remaja, selalu saja aku membuat ia kecewa dan menangis karena kelakuan dan sikap ku yang membuat ia marah. Dulu aku adalah seorang anak yang lugu dan pemalu, namun karena pergaulan, sedikit-sedikit aku mulai berubah.

Saat beranjak dewasa, akupun selalu saja membuat ia merasa sedih dan menangis atas sikapku tanpa bisa membuat ia bangga dan bahagia. Aku hanya bisa memberi ia penderitaan dan kesengsaraan tanpa memberinya sebuah senyuman. Karena aku tidak ingin kalian mengerti apa yang kulakukan, dan biarlah ini menjadi sebuah misteri seperti halnya bagaimana sejarah bagaimana terjadinya bumi.

Sikapku berbanding terbalik dengan sikapnya. Dihadapannya aku selalu tampak bandel, nakal dan selalu melawan perintahnya, namun di dalam kesendirian aku selalu menangis saat membayangkan wajah dan senyumannya. Ini semua ku lakukan karena aku selalu ingin memberikan yang terbaik padanya, namun semua berbalik. Bebanku sangat besar dan tak mampu membalas semua pengobanannya.

Kucoba berusaha untuk melakukan perubahan untuk membuatnya bahagia dan bangga. Berbagai cara ku lakukan untuk membuat diriku mejadi seseorang yang berkualitas, namun kenyataannya aku selalu kalah dan gagal melebihi suatu pertarungan. Aku tak mampu malawan ketakutan dalam diriku, ditambah dengan masalah-masalahku yang datang silih berganti, hingga semua yang selama ini kuraih hilang tanpa bisa aku pertahankan dan perjuangkan. Kini aku coba untuk memulai semuanya dari awal. Semuanya kulakukan untuk “ia”

Karena “Ia” adalah ibuku tercinta.

Dan aku berharap masih bisa diberikan kesempatan untuk memperbaiki semua kesalahan ini, dan berdoa supaya aku dapat bisa membuat ibuku bangga, bahagia, dan menaikkan haji serta aku ingin ibuku yang menjadi wali dalam pernikahanku nanti.


Aku tak berharap kalian mengerti apa yang ku lakukan

Senin, 27 September 2010